Review Film 'Bleak Night / 파수꾼 (2011)'

"그래도... 다 없어진다고 해도, 나한테 니가 있잖냐"
"Walaupun... walau semuanya akan menghilang, bukankah aku masih punya kau."

Bleak Night (2011), merupakan salah satu film indie Korea legendaris yang sering dibicarakan oleh banyak orang. Film garapan sutradara Yoon Sung-hyun ini menceritakan tentang ada seorang siswa SMA yang meninggal, kemudian Ayahnya mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik kematian anaknya itu. Sang Ayah (Cho Seong-ha, 1966) pun bertemu dengan teman-teman anaknya dan bertanya kepada mereka tentang apa yang sebenarnya terjadi. Anaknya memiliki dua teman dekat yang diketahui ayahnya lewat sebuah foto yang tersimpan di laci kamar anaknya. Setelah dicari tahu, ternyata salah seorang temannya itu sudah pindah sekolah, dan satunya lagi sudah berhenti sekolah dan tidak ada kabar. Ayahnya pun semakin penasaran.

Uniknya, film ini tidak berfokus pada kematian si anak. Bukan tentang kapan dan bagaimana hal itu terjadi, tapi lebih menunjukkan tentang apa yang terjadi sebelum kejadian tragis itu menimpa siswa tersebut. Gitae, diperankan oleh Lee Jehoon (1984), adalah seorang siswa yang dikenal sebagai "pemimpin" di sekolahnya. Ia hidup tanpa sosok ibu dan sangat jarang bertemu ayahnya di rumah. Ia berteman dekat dengan dua orang siswa lainnya bernama Dongyoon, teman sejak SMP, yang diperankan oleh Seo Junyoung (1987), dan Heejun yang dalam film akrab dipanggil dengan Baekhee, diperankan oleh Park Jungmin (1987). Ketiganya berteman dekat dan sering bermain bersama lempar bola bisbol di sebuah rel kereta, sebelum akhirnya hubungan mereka bertiga retak.


Entah mulai dari mana keretakan itu muncul. Menurut saya, dimulai dari ada satu adegan dimana Baekhee, Gitae, dan teman lainnya sedang mengobrol di kelas. Tiba-tiba mereka membicarakan tentang ibu mereka masing-masing. Baekhee pun ikut menimpali entah dengan sengaja atau tidak. Mendengar itu, Gitae yang sensitif dengan topik ibu, langsung mengubah topik cepat. Sepulang sekolah ternyata ia masih merasa kesal dengan Baekhee. Hubungan mereka pun mulai menjauh perlahan.


Di lain hari, ada juga adegan dimana ketiga sahabat itu pergi bersama dengan tiga siswi teman sekolahnya. Sebelumnya, perlu diketahui bahwa Baekhee menyukai salah seorang gadis itu yang bernama Bokyung, tapi ternyata Bokyung justru menyukai Gitae. Salah paham pun terjadi ketika Baekhee mendapati Bokyung dan Gitae sedang mengbrol hanya berdua. Gitae selama ini menunjukkan dukungannya kepada Baekhee yang menyukai Bokyung. Namun, melihat itu Baekhee pun merasa dikhianati oleh sahabatnya sendiri, hingga akhirnya mereka bertengkar dan di hari-hari selanjutnya mereka menjadi canggung.


Begitu seterusnya, kesalahpahaman terus menumpuk antara ketiganya hingga hubungan mereka pun 180 derajat berubah tidak seperti dulu. Gitae yang meyakini dirinya adalah seorang "pemimpin" yang terbaik, menurut saya menjadikan dirinya gengsi dan sungkan untuk meminta maaf atau tidak tahu bagaimana berkomunikasi dengan kedua temannya agar masalah mereka selesai. Gitae justru menunjukkan perilaku yang keras dan mulai menggunakan kekerasan kepada sahabatnya sendiri, hingga terkesan ia sedang melakukan bullying terhadap Baekhee khususnya, yang memang terkesan memiliki sifat lunak di antara ketiganya.

Baekhee pun sama saja, ia tidak mau menjelaskan pada Gitae tentang apa yang membuatnya kecewa. Ia justru diam dan melontarkan kata-kata kejam kepada Gitae. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pindah sekolah dan menghindari Gitae seterusnya. Semenjak Baekhee pergi, Gitae masih saja menyangkal bahwa ia merasa kehilangan. Ia tetap berpura-pura kuat dengan bersikap seperti biasanya, tetap saja keras. Dongyoon pun muak melihat kelakuan Gitae. Sebenarnya Dongyoon tidak tahu apa yang terjadi antara Gitae dan Baekhee, tapi ia juga tidak mampu menjadi penengah keduanya. Seberapa keras Dongyoon meminta Gitae dan Baekhee bercerita, keduanya tetap bersikeras tidak mau mengatakannya.

Suatu hari, terjadilah cek-cok antara Gitae dan Dongyoon. Perkelahian pun tidak dapat terhindarkan. Teman-teman 'geng' Gitae ikut memukuli Dongyoon berniat membela Gitae. Namun, ada yang berbeda kali ini, Gitae merasa bersalah kepada Dongyoon setelah memukulnya dan meminta maaf. Gitae juga menyuruh teman-teman 'geng'nya untuk pergi dengan memukul balik salah satu temannya itu. Kaget mendapat pukulan dari Gitae, teman-temannya pun akhirnya pergi dan memutuskan untuk meninggalkan Gitae. Dongyoon yang sudah terlanjur marah dan kesal pun akhirnya ikut pergi meninggalkan Gitae sendirian. Keadaan berbalik, kini Gitae bukan seorang "pemimpin" yang mempunyai banyak teman dan pasukan geng. Ia sendirian.

"네가 나 친구로 생각해 본적 한 번이라도 있냐? 없잖아."
"Pernahkah sekalipun kau menganggapku teman? Tidak pernah, 'kan."


"처음부터... 너만 없었으면 돼."

"Sejak awal... akan lebih baik jika kau tidak ada."

---

watch the trailer here (engsub).

--- 

Tidak heran lagi mengapa film ini banyak dibicarakan. Selain akting para aktor yang luar biasa nyata dan emosional, jalan ceritanya pun sangat menarik. Mengambil topik sebuah hubungan persahabatan antarsiswa laki-laki dengan sudut pandang yang bisa dikatakan tidak biasa. Bukan tentang perundungan, bukan tentang orang lemah yang kemudian dikucilkan, tapi tentang seorang "pemimpin" geng yang ternyata bisa juga hancur menjadi tidak berdaya karena merasakan kehilangan.

Film ini memiliki alur yang maju mundur, timeline tidak beraturan sehingga pemahaman tentang latar waktu sepenuhnya dilimpahkan pada pemahaman penonton. Namun, itulah yang menurut saya menjadi salah satu keunikan dari film ini. Story telling yang disuguhkan menggunakan cara flashbacks. Penonton diajak menganalisis situasi yang sedang terjadi dalam film bukan dari jawaban-jawaban yang diberikan oleh teman-teman Gitae kepada Ayah Gitae, tapi lebih banyak dari kilas balik kejadian yang terjadi sebelum kematian Gitae.

Selain itu, banyak juga poin yang bisa dibahas dalam film ini. Tentang bagaimana seorang siswa "nakal" yang terkesan kuat di sekolahan ternyata memiliki sisi lain yang rapuh. Memiliki sisi sensitif yang apabila tersentuh akan goyah seluruhnya bahkan bisa hancur. Selain itu, dari film ini kita juga bisa belajar tentang betapa pentingnya komunikasi. Mungkin sebuah amanat yang klise, tapi memang benar adanya komunikasi adalah solusi dari banyak permasalahan dalam hubungan antarmanusia. Melihat tragedi yang menimpa ketiga sahabat itu seharusnya bisa membuat kita kembali tersadar, bahwa komunikasi adalah sebuah kunci. Ditambah dengan adanya saling pengertian satu sama lain, pasti masalah apapun tidak akan menjadi semakin runyam.

Jika kita lihat semakin dalam lagi, muncul pertanyaan apa yang sebenarnya menjadikan Gitae bersikap seperti itu? Lagi-lagi peran orang tua mungkin berpengaruh juga disini. Tidak adanya sosok ibu dalam kehidupan Gitae membuatnya sangat bergantung terhadap kedua temannya, yang bahkan ia sendiri pun tidak menyadari bahwa ternyata kedua sahabatnya itu sangat berharga bagi dirinya. Kemudian, kurangnya kemampuan berkomunikasi yang dimiliki Gitae mungkin berasal dari hubungannya dengan ayahnya. Sang Ayah yang jarang berada di rumah secara tidak langsung membuat Gitae kesepian dan selalu sendiri. Hasilnya, ia jadi tidak tahu bagaimana harus menyelesaikan sebuah masalah dengan komunikasi. Ia justru mengambil keputusan yang salah, yakni dengan bertindak semakin kasar.

Ada satu review di sebuah komentar salah satu video yang membahas tentang film ini. Disebutkan bahwa Gitae bersikap keras seperti itu adalah untuk melindungi dirinya. Istilahnya ia membawa pisau untuk bertahan hidup menutupi luka dirinya sendiri. Tidak sadar usahanya untuk mempertahankan diri itu bisa melukai orang-orang berharga di sekitarnya.

Film ini sangat bagus dalam menggambarkan hubungan persahabatan ketiganya. Bisa membuat kita relate dengan beberapa kalimat yang diucapkan dan emosi yang dihadirkan. Recommended! 8/10.

---

Connect with me
- Twitter : @autumnxpearl
- Instagram : @sindyelf

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[ENG] ‘Voice 3’ Kim Wooseok “I was shocked too about Lee Jinwook death, Season 4? I will join definitely” [EN: Kim Wooseok Interview]

bluerosee99: Translations Archive